Minggu, 17 Juni 2012

gaje

ku malu tuk katakan ini padamu
"saranghae"
ini sangat sulit ku katakan
rasanya bibir ini terkunci rapat
entah apa itu
gengsi
malu
atau bisu
bagaimana bisa ??
harusnya kau yang mengatakannya
bukan aku

BIGBANG Monster

Romanization
[TOP]
Oraen-maniya mot bon sa-i geudaen eol-ku-ri chowa boyeo
Yeppeojyeot-da neon hangsang nae nunen wonrae kowah boyeo
[GD]
Keunde oneul-ttara jo-geum talla boyeo yunanhi mwonka deo cha-gawo boyeo
Nareul boneun nunbichi dongjeonge kadeuk cha-isseo ne apeseo nan ja-ga boyeo
[TOP]
Kwaehn-chanheun cheogaesseo daehwah-jujereul bakkwobeoryeo
[GD]
Mudko shipeun ma-reun manheunde neon ttag jallabeoryeo
[TOP]
Ne gin meorin challanggeoryeo nae bo-reul ttaerigon seuchyeojina
[GD]
Dwiido-raseon godjang kabeoryeo yeo-giseo neol jabeumyeon useuwojina
[Taeyang]
Amu maldo tteo-oreuji anh-jyo tteolmyeonseo neon handu balchag dwiiro
Ijen nae-ga museopdan geu mal nal michike haneun neoran tal
[Daesung]
I love you baby i’m not a monster
Neon al-janha yejeon nae moseubeul shi-gani chinamyeon sarajyeo beoril tende
Keu ttaen al tende baby
[Taeyang]
I need you baby i’m not a monster
Nal al-janha ireohke kajima neomajeo beorimyeon nan jugeobeoril tende
I’m not a monster
[Seungri]
Museun ili isseodo yeongwonhaja-go
Seulpeul ttaedo gippeul ttaedo kkeut-kkaji haja-go
You don’t say that tomorrow
Oneu-ri majimagin geotcheoreom sarang-haja-go
[GD]
Neo eom-neun salmeun jongshinhyeong sesanggwah danjeoldwaeh dol jikyeon-giya
Neoran jonjae-neun gojilbyeong shiryeonye yeonsong ma-eumsong miryeoniya
[TOP]
Sesangsaramdeu-ri nae-ge dollin deung modeun geo-shi bebekkoyeoit-deon nun-chorideul
Nae-ge kajang keun apeumeun (apeumeun) ni-ga keudeul katajyeot-dan geotppun
http://michelia94.wordpress.com
[Daesung]
I love you baby i’m not a monster
Neon al-janha yejeon nae moseubeul shi-gani chinamyeon sarajyeo beoril tende
Keu ttaen al tende baby
[Taeyang]
I need you baby i’m not a monster
Nal al-janha ireohke kajima neomajeo beorimyeon nan jugeobeoril tende
I’m not a monster
[Seungri]
Kajima kajima kajima tteonaji mara
Hajima hajima hajima neo katjianha
[Daesung]
Meo-reojin chaero sarangeun geolleojin chaero
[Seungri]
Chajjima chajjima chajjima nal chajji mara
Majimag majimag majimag
[Taeyang]
Ne ape seo i-nneun
Nae moseubeul giyeo-khaejwo nari-jji marajwo
[Daesung]
I love you baby i’m not a monster
Neon al-janha yejeon nae moseubeul shi-gani chinamyeon sarajyeo beoril tende
Keu ttaen al tende baby
[Taeyang]
I need you baby i’m not a monster
Nal al-janha ireohke kajima neomajeo beorimyeon nan jugeobeoril tende
I’m not a monster
[GD]
I think i’m sick i think i’m sick
I think i’m sick i think i’m sick

appa

meski mereka memandang sebelah mata
meski mereka  memandang rendah mata pencaharianmu
bagiku kau tetap yang terbaik
kau terlihat rapuh diluar
tapi kau sungguh mengagumkan
Dad so smart
tak ku sangka dibalik kecuekanmu
ternyata kau sangat care
i love u appa
i love u appa
 muuuuuuuuuuuuuaaaaaaaaaahhhh


Sabtu, 02 Juni 2012


A.   PENGERTIAN

Pencurian
-          Menurut Mahmud Syaitut  Pencurian ialah  mengambil harta orang lain dengan diam-diam yang dilakukan oleh orang yang tidak dapat dipercaya menjaga barang tersebut.Yang dimaksud dengan mengambil harta secara diam-diam adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaan.[1]
-          Ibnu Arafah berkata : “Pencuri menurut orang Arab adalah orang yang datang dengan sembunyi-sembunyi ketempat penyimpanan barang orang lain untuk diambil isinya.
Perampokan
 Adalah suatu tindakan pemaksaan yang dilakukan terang-terangan dan disertai kekerasan atau ancaman. Perampokkan sering pula di istilahkan dengan Sariqah Qubra (pencurian besar).

B.     UNSUR-UNSUR
Unsur-unsur  pencurian mengacu pada definisi pencurian itu sendiri :
1.      Pengambilan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi (seperti telah disinggung, tidak termasuk jarimah pencurian kalau hal itu dilakukan dengan sepengetahuan pemiliknya).
2.      Yang dicuri itu harus berupa harta konfret sehingga barang yang dicuri adalah barang yang dapat bergerak, dipindah-pindahkan, tersimpan oleh pemiliknya pada penyimpanan yang layak dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga.
3.      Harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut versi pemiliknya.
4.      Harta diambil pada waktu terjadinya pemindahan adalah harta orang lain secara murni dan orang yang mengambilnya tidak mempunyai hak  pemilikan sedikitpun terhadap harta tersebut.
5.      Kesengajaan untuk memiliki barang tersebut atau ada i’tikad jahat pelakunya.
Unsur-unsur perampokkan atau hirabah :
Yang utama adalah dilakukan dijalan umum atau diluar pemukiman korban, dilakukan secara terang-terangan, serta adanya unsur kekerasan atau ancaman.
C.   SANKSI HUKUMAN

Pencurian                                                                          
Azas legalitas berikut hukumannya yang tertera pada surat Al-Maidah : 38[2]
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR
 z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  


Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangankeduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Hirabah
Bentuk  jarimah dan macam hukuman bagi pelaku jarimah hirabah diriwayatkan Ibnu Abbas dalam Nailul Maram :



“Apabila dia membunuh dan sekaligus mengambil harta korban, maka hukumannya adalah dibunuh dan disalib.”



“Apabila dia membunuh tapi tidak mengambil harta korban, maka hukumannya adalah dibunuh, tidak disertai salib.”



“Apabila dia hanya mengambil hartanya saja dan tidak membunuh, maka hukumannya adalah dipotong tangan dan kaki secara silang.”



“Apabila dia hanya menakut-nakuti, membuat keonaran, maka hukumannya diasingkan keluar wilayah.”

D.   MACAM-MACAM PENCURIAN
1.      Pencurian yang harus dikenai sanksi
Adalah pencurian yang syarat-syarat penjatuhan hadnya tidak lengkap. Jadi, karena syarat-syarat penjatuhan haddnya belum lengkap, maka pencurian itu tidak dikenai had, tetapi dikenai sanksi.
2.      Pencurian yang harus dikenai had
Ada 2 macam yaitu :
a.       Pencurian Sughra yaitu : pencurian yang hanya wajib dikenai hukuman potong tangan.
b.      Pencurian Kubra yaitu : pencurian harta dengan cara merampas dan menantang, dan pembahasannya telah berlalu.

E.   HUKUMAN UNTUK PENCURIAN
Apabila tindak pidana pencurian telah dibuktikan maka pencuri dapat dikenai 2 macam hukuman, yaitu sebagai berikut :
1.      Pengganti Kerugian (Dhaman)
Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya, penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri, apabila ia tidak dikenai hukuman potong tangan.
2.      Hukuman potong tangan.
Hukuman potong tangan dalam pencurian hanya dijatuhkan jika terpenuhi syarat:
a)      Harta yang dicuri diambil secara diam-diam,dengan tanpa diketahui.
b)      Barang yang dicuri harus memiki nilaiHukuman potong tangan merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana pencurian.
c)      Barang yang d icuri harus disimpan daalm tempat yang aman baik dalam penglihatan maupun disuatu yempat yang aman
d)     Barang yang dicuri harus milik orang lain
e)      Pencurian harus mencapai nilai minimum tertentu(nisab).[3]
Menurut Imam Abu Hanifah,tidak wajb dikenakan hukuman potong tangan pada pencurian harta dalam keluarga yang mahram,karana meraka diperbolehkan keluar masuk tanpa izin.
Menurut Imam Syafi’I dan Imam Ahmad,seorang ayah tidak dikenai hukuman potong tangan karena mencuri harta anaknya,cucu dan seterusnya,demikian pula sebaliknya.
Menurut ImamAbu Hanifah tiadk ada hukuman potong tangan pada kasus pencuria harta suami-istri.
F.    PEMBUKTIAN
Tindak pidana pencurian dapat dibuktikan dengan 3 macam alat bukti, yaitu : dengan saksi, pengakuan, dan sumpah.
1.      Dengan saksi
Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana pencurian, minimal dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi kurang dari dua orang, maka pencuri tidak dikenai hukuman.
2.      Dengan pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana pencurian. Menurut Zahiriyah, pengakuan cukup dinyatakan 1x dan tidak perlu diulang-ulang. Demikian pula pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i. Akan tetapi Imam Abu Yusuf, Imam Ahmad, Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa pengakuan harus dinyatakan sebanyak 2x.
3.      Dengan sumpah
Dikalangan Syafi’iyyah berkembang suatu pendapat bahwa pencurian bisa juga dibuktikan dengan sumpah yang dikembalikkan. Apabila dalam suatu peristiwa pencurian tidak ada saksi dan tersangka tidak mengakui perbuatannya, maka korban (pemilik barang) dapat meminta kepada tersangka untuk bersumpah bahwa ia tidak melakukan pencurian.

a.       Pembuktian untuk jarimah Hirabah
Jarimah hirabah dapat dibuktikan dengan 2 macam alat bukti, yaitu :
                                i.            Dengan saksi
Seperti halnya jarimah-jarimah yang lain, untuk jarimah hirabah saksi merupakan alat bukti yang kuat. Seperti halnya jarimah pencurian, saksi untuk jarimah hirabah ini minimal dua orang saksi laki-laki. Apabila saksi laki-laki tidak ada, maka bisa juga digunakan saksi seorang laki-laki dan dua orang perempuan, atau empat saksi orang perempuan.
                              ii.            Dengan pengakuan
Persyaratan untuk pengakuan sama dengan tindak pidana pencurian.jumhur ulama mengatakan pengakuan cukup satu kali saja tanpa diulang.Hanbali,Abu Yusuf menyatakan pengakaun minimal dua kali

b.      Pelaku Hirabah dan syarat-syaratnya
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad mensyaratkan pelaku harus meiliki senjata atau alat lain yang dapat disamakan dengan senjata seperti batu, kayu.
Imam Malik, syafi’i dan zahiriyah serta syi’ah zaidiyah tidak  mensyaratkan pada senjata melainkan pada kekuatan dan kemampuan fisik. Bahkan Imam Malik mencukupkan dengan tipu daya, taktik/ strategi.
Untuk dikenakan had, pelaku hirabah disyaratkan harus mukallaf (baligh, berakal).

Dari Aisyah r.a ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah SAW. Dihapuskan ketentuan dari 3 hal : dari orang yang tidur sampai bangun, dari orang gila sampai ia sembuh, dan dari anak kecil sampai ia dewasa (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, Hakim).

Disamping itu, Imam Abu Hanifah mensyaratkan pelaku hirabah harus laki-laki dan tidak boleh perempuan. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Zahiriyah, dan Syi’ah Zaidiyah, perempuan yang turut serta melakukan perampokan tetap harus dikenakan hukuman.
Persyaratan lain adalah mengenai harta yang diambil. Pada prinsipnya persyaratan untuk harta dalam jarimah haribah sama dengan jarimah pencurian. Secara global, syarat tersebut adalah barang yang diambil harus tersimpan (Muhraz), muttaqawim, milik orang  lain, tidak ada syubhat dan memenuhi nishab. Hanya saja  nishab masih diperselisihkan.
-          Menurut Imam Malik tidak diisyaratkan nishab untuk barang yang diambil.
-          Menurut Imam Ahmad dan Syi’ah Zaidiyah nishab berlaku dalam harta yang diambil oleh semua pelaku secara keseluruhan, melainkan perorangan. Dengan demikian, apabila harta yang diterima masing-masing peserta tidak mencapai nishab, maka pelaku tidak dikenai hukuman had.
Jarimah perampokan harus terjadi diluar kota, jauh dari keramaian. Sedangkan Hanafiah, Malikiah, Syafi’iyah, Hanabilah, Imam Abu Yusuf  tidak mengisyaratkan hal tersebut.Menurut mereka perampokan yang terjadi didalam kota dan luar kota hukumnya sama yaitu pelaku tetap harus dikenakan had.



Malikiyah dan Syafi’iyah kesulitan atau kendala untuk meminta pertolongan, sulitnya pertolongan mungkin karena terjadi diluar kota, lemahnya petugas keamanan atau karena upaya penghadangan para perampok atau karena korban tidak mau meminta pertolongan pada pihak keamanan karena berbagai pertimbangan.
c.       Bentuk-Bentuk Jarimah Hirabah
Ada 4, yaitu:
1.      Menakut-nakuti orang lewat, tanpa membunuh dan mengambil harta.
2.      Mengambil harta tanpa membunuh.
3.      Membunuh tanpa mengambil harta.
4.      Mengambil harta dan membunuh orang.


[1] .Djazuli,op.Cit.hal.90
[2] .Santoso,Topo(Jakarta:Gema Insani Press,2003)hal28.
[3] Safwat,op.cit,hal.

A.    Kedudukan dan Peranan Ijtihad hakim agama dalam konteks Undang-Undang
           

عن عمر بن العا ص انّه سَمِعَ رسو ل الله صلّى الله عليه وسلّم يَقُو لُ (اِذَا حَكَمَ الْحَا كِمُ فَا جْتَهَدَ ثُمَّ اَ صَا بَ فَلَهُ اَصَا بَ فَلَهُ اَ جْرَانِ وَ اِذَا حَكَمَ فَا جْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَاَ فَلَهُ اَجْرٌ) متفق عليه   
“Dari Amr bin Ash bahwasanya ia dengar Rasulullah saw bersabda :apabila seorang hakim menghukum dengan ijtihadnya dan setuju dngan kebenaran maka ia mendapat dua ganjaran :dan apabila ia menghukum dengan ijtihadnya tetapi ia keliru maka ia mendapat satu ganjaran”
Pasal 10
(1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara
perdamaian.
.
Apabila seseorang hakim berijtihad dg ikhlas lalu menghukum maka jika hukumannya itu benar pandangan Allah dan RasulNya ia dpt 2ganjaran yaitu ganjaran menghukum dan ganjaran berijtihad tetapi jika terkeliru ia dpd hukum yg sebenarnya ia dpt 1 ganjaran sahaja yaitu ganjaran berijtihad.
Penemuan hukum merupakan kegiatan terutama dari hakim dalam melaksanakan undang-undang bila terjadi peristiwa konkrit, dimana dalam kegiatan tersebut (penemuan hukum) dibutuhkan adanya suatu metode (langkah) yang nantinya dapat dipergunakan oleh penegak hukum (hakim) dalam memberikan keputusan terhadap suatu peristiwa hukum yang terjadi, yang dipahami bahwa aturan hukum (UU) dalam peristiwa tersebut tidak jelas atau bahkan belum diatur sama sekali.
           
Dalam hal inilah ijtihad hakim sangat berperan, karena jika tida terdapat penyelesaian hukum maka masalah akan tetap berlarut-larut tanpa penyelesaian. Sebagaimana yang ditentukan dalam Unadng-Undang No. 19 Tahun 1964, tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman. Yang kemudian diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1970, tentang Ketentua-ketentuan pokok KekuasaanKehakiman.
          Hakim memiliki hak muthlak untuk memutuskan suatu perkara. Jika perkara itu bisa diputuskan melalui UU yang sudah ada, kemudian jika suatu perkara itu tidak ada dan tidak dapat diputuskan karena dalam Undang-undang belum membahasnya tentang perkara tersebut, maka jalan yang ditempuh dan yang dilakukan oleh hakim adalahijtihad.
            Penempatan ijtihad sebagai sumber hukum sangatlah urgen, karena kalau kita lihat permasalahn yang terjadi di masyarakat luas sangatlah kompleks. Dengan adanya ijtihad, maka permasalahan itu dapat diselesaikan dengan baik yang sesuai dengan koredor Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Seorang hakim juga dituntut memiliki kapasitas dan kapabilitas intelektual yang, terutama sekali, dibutuhkan dalam lapangan ijtihad. Secara umum dipahami bahwa ijtihad merupakan usaha pengerahan pikiran secara optimal dari orang yang memiliki kompetensi untuk itu dalam menemukan suatu kebenaran dari sumbernya dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Khususnya dalam bidang fikih, ijtihad diartikan sebagai usaha pikiran secara optimal dari ahlinya, baik dalam menyimpulkan hukum fikih dari al-Quran dan Sunnah maupun dalam penerapannya. Dari definisi tersebut terlihat bahwa dalam lapangan fikih terdapat dua bentuk ijtihad, yaitu ijtihad untuk menyimpulkan hukum dari sumbernya dan ijtihad dalam penerapan hukum. Ijtihad dalam bentuk pertama disebut ijtihad istinbathi, sedangkan dalam bentuk kedua disebut ijtihad tathbiqi. Lapangan ijtihad istinbathi adalah al-Quran dan Sunnah yang dijadikan sumber oleh para hakim dan juris Islam lainnya dalam membuat rumusan hukum. Pada periode awal Islam ijtihad seperti ini diperlukan, disamping ijtihad tathbiqi, dan merupakan persyaratan bagi seseorang yang akan diangkat menjadi hakim. Dalam era modern, bahkan post-modern ini, ijtihad istinbathi tidak banyak terkait dengan tugas para hakim. Hal ini disebabkan karena aturan-aturan hukum telah terkodifikasi secara baik dalam kitab-kitab fikih dan kompilasi hukum Islam, seperti kitab Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia. Meski demikian, hal tersebut tidak menafikan pentingnya kapasitas dan kapabilitas intelektuan seorang hakim. Kemampuan intelektual seorang hakim untuk masa sekarang lebih banyak tercurah pada ijtihad tathbiqi. Lapangan ijtihad ini adalah tempat penerapan hukum, yaitu manusia dengan segala ihwalnya yang selalu berubah dan berkembang. Seiring dengan perkembangan manusia, ijtihad tathbiqi tidak pernah terputus selama umat Islam bertekad untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Untuk itu ijtihad tathbiqi berkaitan erat dengan tugas para hakim, karena peran hakim sebagai penegak hukum tidak cukup hanya dengan penguasaan (materi) hukum belaka, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menerapkannya secara benar dan proporsional.

  1. Metode ijtihad hakim agama dalam konteks UU
Di samping Peraturan perundang-undangan yang memiliki kelebihan dan kebaikan, akan tetapi peraturan perundang-undangan juga mempunyai kelemahan atau kekurangan antara lain:
Sebagai buatan manusia,peraturan perundang-undangan tidak pernah lengkap.Deskripsi-deskripsi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan pada umumnya pada umumnya mencerminkan keadaan,pandangan, keinginan pada saat pembuatanya. Sebagai bentuk hokum tertulis, peraturan perundang-undangan tidak fleksibel. Kadang-kadang rumusam peraturan perundang-undangan tidak jelas.
Hal-hal di atas merupakn tangtangan bagi hakim agama yang di satu pihak harus menerapkan peraturan perundang-undangan, akan tetapi di pihak lain kalau penerapan tersebut tidak sesuai dengan fakta, keadaan bahkan tujuan hokum maka akan menimbulkan ketidak pastian dan ketidakadilan. Untuk memungkinkan peraturan perundang-undangan terterap sebagai mana mestinya,hamper swluruh hakim harus melakukan penafsiaran dan berijtuhad.
Terdapat berbagai cara atau metode metode yang harus di gunakan hakim agama dalam berijtihad atau melakukan penafsiran:
                                                                                                                                                                                                                                                 Penafsiran otentik atau penafsiran resmi
                                                                                                                         penafsiran yang di buat oleh pembentuk peraturan perundang-undangan yang di lengkapi penafsiran resmi, yatu UU dan peraturan pemerintah.karena merupakan maksud dan kehendak pembuat Undang-undang, ada pendapat yang menyataakan bahwa penafsiran resmi menempati urutan yang pertama dalam metode penafsiran.sudah sewajarnya hakim harus pertama-tama harus melihat kehendak, maksud, dan arti yang di berikan pembuat peraturan perundang-undangan
                                                                                                                         Penafsiran Gramatika (tata bahasa)
 yaitu penafsiran yang menggunakan ilmu tata bahasa sebagai cara untuk menemukan arti,kehendak dan maksud suatu peraturan perundang-undangan. Tata bahasa disini baik dalam ilmu kata-kata maupun kalimat. Bahasa sebagai mana kehidupan bersifat dinamis barubah dari waktu ke waktu arti kata dapat berubah sesuai dengan keadaan                                                                                               Penafsiran menurut sejarah(historis)
yaitu penafsiran historis erat kaitannya dengan penafsiran otentik. Persamaanya, penafsiran tersebuat sama-sama menengok ke belakang yaitu saat peraturan perundang-undangan terbentuk. Perbedaanya adalah penafsiran otentik hanya terbatas pada pengertian, maksud dan kehendak yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan penafsiran historis melihat juga latar belakang pandangan-pandangan yang di sampaikan pada saat pembuatan peraturan perundang-undangan
Penafsiran sosiologis
                                                                                                                        yaitu penafsiran yang berangkat dari pemikiran bahwa peraturan perundang-undangan tidak di maksudkan untuk mengatur masa lampau. peraturan perundang-undangan di buat untuk mengatur dan memecahkan masalah hokum di masa yang akan datang. Karena itu peraturan perundang-undangan harus di artikan sesuai dengan kebutuhan dan perubahan-perubahan social,ekonomi,budaya maupun politik.kenyataan yang hidup dalam masyarakat merupakan sumber penafsiran social